What We Do in the Shadows (2104/New Zealand)


What We Do in the ShadowsZerosumo.net – Bicara film komedi absurd yang memuaskan, lagi-lagi sineas dari New Zealand punya obat mujarabnya. Sama halnya dengan film Housebound yang saya tonton di akhir tahun kemarin, What We Do in the Shadows ini juga tidak kalah gilanya. Bedanya, film yang menceritakan tentang segerombolan vampir yang tinggal dalam satu flat ini disajikan dengan gaya mokumenter, dimana ceritanya ada beberapa filmmaker yang berhasil mendapatkan ijin untuk merekam kehidupan asli para vampir yang hidup di kota Wellington, New Zealand. Kebetulan dalam waktu dekat bakal ada acara gathering para makhluk gaib di Wellington, oleh karena itu kita diajak untuk lebih kenal dan lebih intim dengan para vampir yang nampaknya tidak keberatan untuk diliput setiap harinya ini.

Ada empat vampir konyol nan absurd di What We Do in the Shadows, Vladislav (Jemaine Clement), Viago (Taika Waititi), Deacon (Jonathan Brugh) dan Petyr (Ben Fransham). Vladislav merupakan vampir necis masa kerajaan, Viago vampir trendy di abad 20, Deacon vampir bad boy yang paling oke dalam soal fashion dan Petyr vampir antik yang sudah berumur 8000 tahun. Entah kenapa kehidupan mereka berubah drastis ketika Nick (Cori Gonzalez-Macuer), yang harusnya menjadi menu makan malam Vladislav dkk malah tidak jadi mati dan berubah menjadi vampir juga. Semenjak kehadiran Nick dan teman manusianya yang loyal, Stu (Stuart Rutherford), kehidupan Vladislav dkk makin berwarna dan juga makin aneh sekaligus makin absurd karena para vampir kuper ini mulai mengenal dunia luar dan kehidupan modern yang sebenarnya sampai akhirnya acara gathering para makhluk gaib di Wellington menjadi klimaks tolol sekaligus pembuktian bagi Vladislav dkk apakah mereka merupakan vampir yang kuno atau sudah bisa menerima kehidupan modern dan perdamaian dengan para kaum Werewolf yang entah kenapa digambarkan seperti segerombolan hooligan ababil yang luar biasa konyol.

What We Do in the ShadowsBicara komedi absurd, Jemaine Clement dan Taika Waititi adalah jagonya, apalagi Jemaine Clement yang sudah saya kenal duluan lewat serial komedi stresnya yang berjudul The Flight of the Conchords. Malahan kalau di break down sampai paling dasar, kurang lebih apa yang terjadi di The Flight of the Conchords dan What We Do in the Shadows itu sama, dimana ada dua orang/makhluk atau lebih yang mencari eksistensi di dunia modern atau dunia yang sedang mereka tinggali saat ini. Jika di The Flight of the Conchords kita akan melihat bagaimana band folk-rock Jemaine Clement mencari eksistensi di New York, di What We Do in the Shadows kita akan melihat bagaimana susahnya Vladislav dkk menyatukan persepsi dengan Nick tapi entah kenapa mereka malah bisa akur dengan Stu yang luar biasa ‘scene stealer’ di film berdurasi kurang lebih 90 menit ini.

Selain production valuenya yang cukup oke untuk film yang saya asumsikan bujetnya tidak begitu spektakuler, What We Do in the Shadows mempunyai kekuatan cerita komikal ala Jemaine Clement dkk yang bisa menampilkan kengerian dari sisi yang berbeda. Sekali lagi saya katakan production valuenya cukup oke, dari rumah tua yang mayoritas menjadi setting filmnya, jalanan kota Wellington yang nyata, bahkan bar dan klub malamnya pun betulan sampai kostum para karakternya yang luar biasa otentik apalagi dengan iringan lagu-lagu dari abad belasan dan jangan lupakan penggambaran Petyr yang cukup sangar untuk jadi vampir yang berusia ribuan tahun tapi tetap bisa membuat saya ketawa bego. Sebagai sebuah sajian komedi yang mungkin tidak untuk semua orang, What We Do in the Shadows adalah komedi yang memuaskan bagi saya pribadi, sederhana dan mengena. Kalau anda pernah menonton atau setidaknya ingin bernostalgia bersama The Flight of the Conchords, What We Do in the Shadows adalah jawabannya. Have fun with the vampires!

Rating: 3.5/5

What's your opinion?